Friday, August 21, 2009

The Raft of Indonesia


Deni Junaedi, The Raft of Indonesia, 2008, oil on canvas, 140 x 190 cm



In 1819 Théodore Géricault created the huge painting Raft of the Medusa. It tells the true tale of the shipwrecked French goverment frigate, La Méduse, whose incompetent captain and officers took only lifeboats for themselves and left all but fifteen out of a 150 crew and passenger to perish on a makeshift raft, sinking into despair, savagery, and canibalism.
I adapted that Romanticsm painting into Indonesia kontext. Recently Indonesia has been hit by some problem e.g. tsunami, earthquick, flood of mud, economic crisiss, incredulity of politic, helth problems, highly cost of needs, and dificulty of getting job. The Raft of Indonesia (2008) is my hope that Indonesia will not be left by the leader.


Théodore Géricault, Raft of the Medusa, 1819, oil on canvas, 491 x 716 cm, Luovre Paris Perancis


Karya Rakit Indonesia (2008) merupakan parodi terhadap Raft of the Medusa (1819) karya Théodore Géricault. Karya yang sangat populer tersebut merupakan tonggak aliran Romatikisme yang menggeser paham Neoklasikisme. Lukisan ini menceritakan kisah nyata kapal La Médusa milik pemerintah Perancis yang tenggelam di pantai barat Afrika. Sang Kapten Kapal dan anak buahnya bersikap pengecut dengan meninggalkan kapal dan membiarkan 150 penumpang lainnya dalam bahaya. Beberapa penumpang dengan gagah berani berusaha menyelamatkan Théodore Géricault diri dengan rakit yang mereka buat sendiri, akhirnya15 orang penumpang berhasil mendarat dengan selamat.
Jika karya aslinya (The Raft of Medusa) menceritakan kecelakaan kapal yang ditinggalkan oleh pemimpinnya, maka dalam lukisan Rakit Indonesia merupakan harapan dan doa bahwa Indonesia (disimbolkan oleh lambang Garuda Pacansila) agar tidak ditinggalkan oleh pemimpinnya apalagi dalam keadaan yang memprihatinkan akibat beberapa hal seperti bencana alam, perpecahan politik, kesehatan yang memburuk, maupun ekonomi yang tidak bergairah. Figur (pelukis) di pojok kanan atas yang tidak ada dalam komposisi aslinya mencoba mengingatkan dengan memberi solusi spiritual/religius (jari menunjuk ke atas) atas segala bencana yang terjadi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan konteks masyarakat religius di Indonesia (meski masih dapat dipertanyakan ketaatannya).

No comments:

Post a Comment